Senin, 19 Maret 2018

Melawan Korupsi



Kata korupsi memang sudah tidak asing lagi bagi kita. Kata korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok)   Secara harfiah arti kata korupsi adalah mengambil atau mencuri hak yang bukan  miliknya dengan memanfaatkan jabatan dan secara sembunyi-sembunyi yang mengakibatkan banyak kerugian di Negara sendiri, perusahaan, badan  ataupun di masyarakat sekitarnya.




Undang-Undang No.31 Tahun 1999
Menurut Pengertian Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”


Ciri Ciri Korupsi :

Berbicara mengenai Ciri ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi, sebagai berikut :
(1) Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
(2) Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.
(3) Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
(4) Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
(5) Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
(6) Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau pada masyarakat umum.
(7) Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.
(8) Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.



Tindak pidana korupsi menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001, itu dapat dibedakan dari 2 segi, yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif.
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif  adalah :
  1. secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara,
  2. dengan tujuan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatn atau kedudukannya,
  3. member hadiah atau janji dengan mengingat kekuasaan atau wewenang pada jabatan atau kedudukannya,
  4. percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat,
  5. memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat,
  6. member sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya,
  7. member janji,
  8. sengaja membiarkan perbuatan curang,
  9. sengaja menggelapkan uang atau surat berharga. Sedangkan
korupsi pasif, antara lain :
  1. menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat,
  2. menerima penyerahan atau keperluan dengan membiarkan perbuatan curang,
  3. menerima pemberian hadiah atau janji,
  4. adanya hadiah atau janji diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu,
  5. menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya.

Faktor penyebab korupsi
Faktor penyebab korupsi itu ada 2 yaitu:
A. faktor internal
B. faktor eksternal

A. faktor internal
Faktor internal merupakan sebuah sifat yang berasal dari diri kita sendiri.
Terdapat beberapa faktor yang ada dalam faktor internal ini, antara lain ialah:
1. Sifat Tamak
Sifat tamak merupakan sifat yang dimiliki manusia, di setiap harinya pasti manusia meinginkan kebutuhan yang lebih, dan selalu kurang akan sesuatu yang di dapatkan. Akhirnya munculah sifat tamak ini di dalam diri seseorang untuk memiliki sesuatu yang lebih dengan cara korupsi.
2. Gaya hidup konsumtif
Gaya hidup konsumtif ini dirasakan oleh manusia manusia di dunia, dimana manusia pasti memiliki kebutuhan masing masing dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus mengonsumsi kebutuhan tersebut,dengan perilaku tersebut tidak bisa di imbangi dengan pendapat yang diperoleh yang akhirnya terjadilah tindak korupsi.



B. Faktor eksternal
Secara umum penyebab korupsi banyak juga dari faktor eksternal, faktor faktor tersebut antara lain :
1. Faktor politik
Faktor politik ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Di dalam sebuah politik akan ada terjadinya suatu persaingan dalam mendapatkan kekuasaan. Setiap manusia bersaing untuk mendapat kekuasaan lebih tinggi, dengan berbagai cara mereka lakukan untuk menduduki posisi tersebut. Akhirnya munculah tindak korupsi atau suap menyuap dalam mendapatkan kekuasaan.
2. Faktor hukum
Faktor hukum ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Dapat kita ketahui di negara kita sendiri bahwa hukum sekarang tumpul ke atas lancip kebawah. Di hukum sendiri banyak kelemahan dalam mengatasi suatu masalah. Sudah di terbukti bahwa banyak praktek praktek suap menyuap lembaga hukum terjadi dalam mengatasi suatu masalah. Sehingga dalam hal tersebut dapat dilihat bahwa praktek korupsi sangatlah mungkin terjadi karena banyak nya kelemahan dalam sebuah hukum yang mendiskriminasi sebuah masalah.
3. Faktor ekonomi
Sangat jelas faktor ekonomi ini sebagai penyebab terjadinya tindak korupsi. Manusia hidup pasti memerlukan kebutuhan apalagi dengan kebutuhan ekonomi itu sangatlah di pentingkan bagi manusia. Bahkan pemimpin ataupun penguasa berkesempatan jika mereka memiliki kekuasaan sangat lah ingin memenuhi kekayaan mereka. Di kasus lain banyak pegawai yang gajinya tidak sesuai dengan apa yang di kerjakannya yang akhirnya ketika ada peluang, mereka di dorong untuk melakukan korupsi.
4. Faktor organisasi
Faktor organisasi ini adalah faktor eksternal dari penyebab terjadinya korupsi. Di suatu tempat pasti ada sebuah organisasi yang berdiri, biasanya tindak korupsi yang terjadi dalam organisasi ini adalah kelemahan struktur organisasi, aturan aturan yang dinyatakan kurang baik, kemudian kurang adanya ketegasan dalam diri seorang pemimpin. Di dalam suatu struktur organisasi akan terjadi suatu tindak korupsi jika di dalam struktur tersebut belum adanya kejujuran dan kesadaran diri dari setiap pengurus maupun anggota.

Adapun penyebab derasnya korupsi yang terjadi di Indonesia, lain sebagai berikut:
1.      Tanggung jawab profesi, moral, dan sosial yang rendah
2.      Sanksi yang lemah dan penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, institusi pemeriksa./ pengawas yang tidak bersih/ independen
3.      Rendahnya disiplin/ kepatuhan terhasdap Undang-Undang dan Peraturan
4.      Kehidupan yang konsumtif, boros, dan serakah (untuk memperkaya diri sendiri)
5.      Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas

Secara Internasional, korupsi diakui sebagai masalah yang sangat kompleks, bersifat sistemik, dan meluas. Centre for Crime Prevention (CICP) sebagai salah satu organ PBB secara luas mendefinisikan korupsi sebagai “missus of (public) power for private gain”. Menurut CICP korupsi mempunyai dimensi perbuatan yang luas meliputi tindak pidana suap (bribery), penggelapan (emblezzlement), penipuan (fraud), pemerasan yang berkaitan dengan jabatan (exortion), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pemanfaatan kedudukan seseorang dalam aktivitas bisnis untuk kepentingan perorangan yang bersifat illegal (exploiting a conflict interest, insider trading), nepotisme, komisi illegal yang diterima oleh pejabat publik (illegal commission) dan kontribusi uang secara illegal untuk partai politik. Sebagai masalah dunia, korupsi sudah bersifat kejahatan lintas negara (trans national border crime), dan mengingat kompleksitas serta efek negatifnya, maka korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) memerlukan upaya pemberantasan dengan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary measure).

Bagi Indonesia, korupsi adalah penyakit kronis hampir tanpa obat, menyelusup di segala segi kehidupan dan tampak sebagai pencitraan budaya buruk bangsa Indonesia. Secara sinis orang bisa menyebut jati diri Indonesia adalah perilaku korupsi. Pencitraan tersebut tidak sepenuhnya salah, sebab dalam realitanya kompleksitas korupsi dirasakan bukan masalah hukum semata, akan tetapi sesungguhnya merupakan pelanggaraan atas hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat. Korupsi telah menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang besar. Masyarakat tidak dapat menikmati pemerataan hasil pembangunan dan tidak menikmati hak yang seharusnya diperoleh. Dan secara keseluruhan, korupsi telah memperlemah ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Korupsi di Indonesia memang dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Negara dengan penduduk 200 juta lebih ini, pada tahun 2004 tercatat sebagai negara ke-5 terkorup di dunia dari 146 negara. Berdasarkan Indeks  Pembangunan Manusia, Indonesia pada tahun 2006 menduduki peringkat 110 dari 179 negara. Ketertinggalan itu karena kemiskinan. Kemiskinan karena budaya korupsi. Tingginya indeks persepsi korupsi menjadi ukuran rendahnya daya saing kita secara internasional. Maka, untuk menjadi bangsa yang maju sebenarnya sederhana, yaitu tegakkan hukum dan keadilan, brantas korupsi sampai keakar-akarnya.
Korupsi di Indonesia yang sudah diyakini meluas dan mendalam (widespread and deep-rooted) akhirnya akan menggerogoti habis dan menghancurkan masyarakatnya sendiri (self destruction). Korupsi sebagai parasit yang mengisap pohon akan menyebabkan pohon itu mati dan di saat pohon itu mati maka para koruptor pun akan ikut mati karena tidak ada lagi yang bisa di hisap.
Pemberantasan korupsi bukanlah sekedar aspirasi masyarakat luas melainkan merupakan kebutuhan mendesak (urgent needs) bangsa Indonesia untuk mencegah dan menghilangkan sedapatnya dari bumi pertiwi ini karena dengan demikian penegakan hukum pemberantasan korupsi diharapkan dapat mengurangi dan seluas-luasnya menghapuskan kemiskinan. Pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut tidak lain adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dari masyarakat Indonesia yang sudah sangat menderita karena korupsi yang semakin merajarela.



Atas dasar pertimbangan diatas pemerintah Indonesia beserta rakyatnya telah ikut aktif dalam upaya masyarakat internasional untuk mencegah dan membrantas korupsi dengan telah menandatangani United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) pada tanggal 18 Desember 2003 di markas besar PBB. Pemerintah Indonesia mengangap sangat penting pembrantasan korupsi, sehingga konvensi PBB tentang  Anti Korupsi itu telah ditetapkan menjadi UU NO. 7 tahun 2006 tentang  Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003.


Penanggulangannya adalah dengan cara sebagai berikut:

1.      Memberdayakan komisi pemeriksaan kekayaan pejabat dan latar belakang kehidupannya
2.      Membangun sistem pencegah dini korupsi, undang-undang anti korupsi yang konsisten.
3.      Memberi jaminan hidup layak bagi pegawai.
4.      Menggunakan sistem pembuktian terbalik artinya membuktikan asal-usul kekayaan pejabat negara.
5.      Mengumumkan audit kekayaan pejabat sebelum dan sesudah bertugas. Membuat iklan layanan masyarakat di media massa.


Instrumen kelembagaan anti korupsi di Indonesia

Instrumen anti korupsi dalam bentuk alat atau lembaga negara yang memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk dapat melakukan tugas dalam membrantas korupsi. Alat atau lembaga itu adalah:
1.      Mahkamah Agung (MA)
UUD 1945 meletakkan  MA sebagai salah  satu pelaku kekuasaan kehakiman. Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meiluti badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Kewenangan utma MA adalah memeriksa dan memutuskan yaitu permohonan kasasi, sengketa tentang  mengadili, permohonan Peninjauan Kembali putusan yang telah  memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam Proses peradilan perkara korupsi, MA adalah peluang terakhir bagi mereka untuk memperoleh kebebasan atau minimal pengurangan hukuman. Posisi ini sangat strategis dalam percepatan pembrantasan korupsi. Di samping itu MA juga dapat mengawasi penerapan hukum di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
2.      Komisi Yudisial (KY)
Pasal 24B Amandemen ketiga UUD 1945 mengamanatkan berdirinya Komisi Yudisial (KY). Kewenangan KY menurut pasal 24B ayat (1) adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga perilaku hakim.
Dalam pembrantasan korupsi KY  berwenang untuk mengawasi hakim, baik hakim agung maupun hakim yang berada di kota-kota besar dan menerima dan mengawasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
3.      Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung menurut  UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan mentatakan bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kejaksaan Agung memiliki kewajiban untuk menerima dan melakukan analisis atas setiap rekomendasi yang diberikan, khususnya dari lembaga yang berwenang dalam pembrantasan korusp, seperti dari Komisi Pembrantasan Korupsi.
4.      Kepolisian
Menurut UU No. 2 tahun 2002 tentang Kewpolisian negara Republik Indonesia menyatakan secara umum tugas dan wewenang Polri adalah menegakan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rtasa keadilan serta  memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang bertlaku dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam konteks pembrantasan korupsi kepolisian memiliki wewenang penyelidikan dan penyidikan. Dalam hal itu kepolisian memiliki Korps reserse Polri yang dalam fungsinya sebagai pelindung hak-hak asasi warga negara sesuai aturan undang-undang. Resersi melaksanakan praktek-praktek kepolisian represif dari penyelidikan, pemanggilan, penangkapan, pemeriksaan, pengeledahan, penyitaan sampai penahanan.
5.      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kewenangan BPK sesuai dengan pasal 23E UUD 1945 adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara, ditegaskan bahwa wewenang BPK untuk meriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara, memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan belanja Negara (APBN) dan berwenang untuk meminta keterangan berkenaan dengan tugas yang diembannya.
Tanggung jawab BPK adalah untuk turut membongkar praktek-praktek penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. BPK adalah lembaga negara yang mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat umum dalam hal pengawasan keuangan negara.
Hasil audit BPK sering mendeteksi adanya korupsi dalam penggunaan APBN. BPK senantiasa melaporkan auditnya kepada lembaga yang berwenang untuk pembrantasan korupsi.  Data BPK dapat dijadikan data awal bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan atas indikasi korupsi yang dilaporkan. Laporan BPK yang akurat juga akan menjadi alat bukti dalam pengadilan.
6.      Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP merupakan lembaga pemerintah non-departemen dibidang pengawasan. Tanggung jawabnya adalah merumuskan dan menyusun rencana dan program-program pengendalian umum atas keuangan pemerintah pusat dengan mengadakan audit intern atas kegiatan kementerian-kementerian negara dan kantor-kantor proyek mereka. Dalam pembrantasan korupsi BPKP memiliki peran pada tingkat pencegahan, penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Namun kelemahannya adalah memiliki peran dan kewenangan yang sangat  bergantung pada kemauan baik Presiden yang berkuasa.
7.      Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK)
Kejaksaan dan Kepolisaan dalam membrantas korupsi mengalami berbagai hambatan karena adanya campurtangan eksekutif, legislatif atau yudikatif. Oleh sebab itu dibentuklah Komisi pembrantasan Korupsi (KPK) yang mempunyai kewenangan yang lebih luas serta independen (mandiri, bebas dari kekuasaan manapun) dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya pembrantasan korupsi.
KPK memiliki Visi yaitu mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, sedangkan misinya adalah penggerak perubahan untuk mewujudkan Bangsa yang anti korupsi. Asas KPK adalah kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas.
Menurut UU No. 30 tahun 2002, KPK memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Diantaranya menyadap dan merekam pembicaraan, memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian ke luar negeri, meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa, memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak yang terkait, meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait. KPK juga mempunyai wewenang untuk memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka korupsi agar tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya, bahkan KPK dapat memerintah Presiden agar membuat izin kepada pejabat negara untuk diperiksa atas dugaan korupsi.
8.      Tim Tastipikor
Tim Koordinasi Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor) beranggotakan 48 orang yang diketuai oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Tim Tastipikor terdiri dari unsur kejaksaan, kepolisian serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bertanggung jawab kepada Presiden. Tim Tastipikor dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 11 tahun 2005  bekerja salama dua tahun dan dapat diperpanjang lagi jika dianggap perlu. Kewenangan Tim ini adalah melakukan penangkapan pelaku korupsi. Kasus korupsi yang ditangani Tim Tastipikor adalah pengawasan terhadap instansi pemerintah.

Ilustrasi perilaku-perilaku korup menurut bank pembangunan Asia

1.      Pembayaran-pembayaran terlarang untuk mencegah penerapan peraturan dan undang-undang secara adil dan konsisten, khususnya di bidang-bidang yang menyangkut keselamatan umum, penegakan hukum dan penagihan pemasukan.
Yang dimaksud oleh bank pembangunan Asia dalam poin diatas adalah perikalu korupsi yang terjadi didalam sebuah pemerintahan dimana terjadi tindak korup dalam melakukan tugas kepemerintahan dengan upaya mencegah penerapan peraturan dan undang undang secara adil dan konsisten dengan memberikan pembayaran terlarang pada para oknum oknum tersebut sehingga penegakan hokum yang ada menjadi tumpul karena adanya pembayaran-pembayaran terlarang tersebut keadilan menjadi tidak bias ditegakkan sebagai mana mestinya.


2.      Pembayaran-pembayaran kepada pegawai-pegawai pemerintah untuk mengembangkan atau mempertahankan akses yang bersifat monopoli atau oligopoli ke pasar-pasar tanpa adanya suatu alasan ekonomi yang mendukung untuk pembatasan-pembatasan semacamnya itu.
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Dalam pengawasannya pegawai pemerintah kerap kali mendapatkan pembayaran pembayaran terlarang (korup) dari pihak perusahaan tersebut guna memperlancar kegiatan usahanya agar kegiatan monopoli tersebut tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun.




Sumber



Baca selengkapnya »

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Tongkrongannya Anak TKJ - 2016