Kata korupsi
memang sudah tidak asing lagi bagi kita. Kata korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) Secara harfiah arti kata korupsi adalah
mengambil atau mencuri hak yang bukan miliknya dengan memanfaatkan
jabatan dan secara sembunyi-sembunyi yang mengakibatkan banyak kerugian di
Negara sendiri, perusahaan, badan
ataupun di masyarakat sekitarnya.
Undang-Undang
No.31 Tahun 1999
Menurut
Pengertian Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang dikategorikan
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Ciri Ciri
Korupsi :
Berbicara
mengenai Ciri ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi,
sebagai berikut :
(1)
Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang
membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
(2)
Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang
melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.
(3)
Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
(4)
Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
(5)
Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki
kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
(6)
Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada
badan publik atau pada masyarakat umum.
(7)
Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif
dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.
(8)
Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan
kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.
Tindak pidana
korupsi menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001, itu dapat
dibedakan dari 2 segi, yaitu korupsi
aktif dan korupsi pasif.
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah :
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah :
- secara melawan hukum memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan atau perekonomian Negara,
- dengan tujuan, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatn atau kedudukannya,
- member hadiah atau janji dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang pada jabatan atau kedudukannya,
- percobaan, pembantuan atau
permufakatan jahat,
- memberi atau menjanjikan sesuatu
dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat,
- member sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya,
- member janji,
- sengaja membiarkan perbuatan
curang,
- sengaja menggelapkan uang atau
surat berharga. Sedangkan
korupsi pasif,
antara lain :
- menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat,
- menerima penyerahan atau keperluan
dengan membiarkan perbuatan curang,
- menerima pemberian hadiah atau
janji,
- adanya hadiah atau janji diberikan
untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu,
- menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya.
Faktor penyebab korupsi
Faktor penyebab
korupsi itu ada 2 yaitu:
A. faktor
internal
B. faktor
eksternal
A. faktor
internal
Faktor internal
merupakan sebuah sifat yang berasal dari diri kita sendiri.
Terdapat
beberapa faktor yang ada dalam faktor internal ini, antara lain ialah:
1. Sifat Tamak
Sifat tamak
merupakan sifat yang dimiliki manusia, di setiap harinya pasti manusia
meinginkan kebutuhan yang lebih, dan selalu kurang akan sesuatu yang di
dapatkan. Akhirnya munculah sifat tamak ini di dalam diri seseorang untuk
memiliki sesuatu yang lebih dengan cara korupsi.
2. Gaya hidup
konsumtif
Gaya hidup
konsumtif ini dirasakan oleh manusia manusia di dunia, dimana manusia pasti
memiliki kebutuhan masing masing dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia
harus mengonsumsi kebutuhan tersebut,dengan perilaku tersebut tidak bisa di
imbangi dengan pendapat yang diperoleh yang akhirnya terjadilah tindak korupsi.
B. Faktor
eksternal
Secara umum
penyebab korupsi banyak juga dari faktor eksternal, faktor faktor tersebut
antara lain :
1. Faktor
politik
Faktor politik
ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Di
dalam sebuah politik akan ada terjadinya suatu persaingan dalam mendapatkan
kekuasaan. Setiap manusia bersaing untuk mendapat kekuasaan lebih tinggi, dengan
berbagai cara mereka lakukan untuk menduduki posisi tersebut. Akhirnya munculah
tindak korupsi atau suap menyuap dalam mendapatkan kekuasaan.
2. Faktor hukum
Faktor hukum
ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Dapat
kita ketahui di negara kita sendiri bahwa hukum sekarang tumpul ke atas lancip
kebawah. Di hukum sendiri banyak kelemahan dalam mengatasi suatu masalah. Sudah
di terbukti bahwa banyak praktek praktek suap menyuap lembaga hukum terjadi
dalam mengatasi suatu masalah. Sehingga dalam hal tersebut dapat dilihat bahwa
praktek korupsi sangatlah mungkin terjadi karena banyak nya kelemahan dalam
sebuah hukum yang mendiskriminasi sebuah masalah.
3. Faktor
ekonomi
Sangat jelas
faktor ekonomi ini sebagai penyebab terjadinya tindak korupsi. Manusia hidup
pasti memerlukan kebutuhan apalagi dengan kebutuhan ekonomi itu sangatlah di
pentingkan bagi manusia. Bahkan pemimpin ataupun penguasa berkesempatan jika
mereka memiliki kekuasaan sangat lah ingin memenuhi kekayaan mereka. Di kasus
lain banyak pegawai yang gajinya tidak sesuai dengan apa yang di kerjakannya
yang akhirnya ketika ada peluang, mereka di dorong untuk melakukan korupsi.
4. Faktor
organisasi
Faktor
organisasi ini adalah faktor eksternal dari penyebab terjadinya korupsi. Di
suatu tempat pasti ada sebuah organisasi yang berdiri, biasanya tindak korupsi
yang terjadi dalam organisasi ini adalah kelemahan struktur organisasi, aturan
aturan yang dinyatakan kurang baik, kemudian kurang adanya ketegasan dalam diri
seorang pemimpin. Di dalam suatu struktur organisasi akan terjadi suatu tindak
korupsi jika di dalam struktur tersebut belum adanya kejujuran dan kesadaran
diri dari setiap pengurus maupun anggota.
Adapun penyebab
derasnya korupsi yang terjadi di Indonesia, lain sebagai berikut:
1.
Tanggung
jawab profesi, moral, dan sosial yang rendah
2.
Sanksi
yang lemah dan penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak
hukum, institusi pemeriksa./ pengawas yang tidak bersih/ independen
3.
Rendahnya
disiplin/ kepatuhan terhasdap Undang-Undang dan Peraturan
4.
Kehidupan
yang konsumtif, boros, dan serakah (untuk memperkaya diri sendiri)
5.
Lemahnya
pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas
Secara
Internasional, korupsi diakui sebagai masalah yang sangat kompleks, bersifat
sistemik, dan meluas. Centre for Crime Prevention (CICP) sebagai salah satu
organ PBB secara luas mendefinisikan korupsi sebagai “missus of (public) power
for private gain”. Menurut CICP korupsi mempunyai dimensi perbuatan yang luas
meliputi tindak pidana suap (bribery), penggelapan (emblezzlement), penipuan
(fraud), pemerasan yang berkaitan dengan jabatan (exortion), penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power), pemanfaatan kedudukan seseorang dalam aktivitas
bisnis untuk kepentingan perorangan yang bersifat illegal (exploiting a
conflict interest, insider trading), nepotisme, komisi illegal yang diterima
oleh pejabat publik (illegal commission) dan kontribusi uang secara illegal
untuk partai politik. Sebagai masalah dunia, korupsi sudah bersifat kejahatan
lintas negara (trans national border crime), dan mengingat kompleksitas serta
efek negatifnya, maka korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan yang luar
biasa (extra ordinary crime) memerlukan upaya pemberantasan dengan cara-cara
yang luar biasa (extra ordinary measure).
Bagi
Indonesia, korupsi adalah penyakit kronis hampir tanpa obat, menyelusup di
segala segi kehidupan dan tampak sebagai pencitraan budaya buruk bangsa
Indonesia. Secara sinis orang bisa menyebut jati diri Indonesia adalah perilaku
korupsi. Pencitraan tersebut tidak sepenuhnya salah, sebab dalam realitanya
kompleksitas korupsi dirasakan bukan masalah hukum semata, akan tetapi
sesungguhnya merupakan pelanggaraan atas hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat.
Korupsi telah menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang besar.
Masyarakat tidak dapat menikmati pemerataan hasil pembangunan dan tidak
menikmati hak yang seharusnya diperoleh. Dan secara keseluruhan, korupsi telah
memperlemah ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Korupsi di
Indonesia memang dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Negara dengan
penduduk 200 juta lebih ini, pada tahun 2004 tercatat sebagai negara ke-5
terkorup di dunia dari 146 negara. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia, Indonesia pada tahun
2006 menduduki peringkat 110 dari 179 negara. Ketertinggalan itu karena
kemiskinan. Kemiskinan karena budaya korupsi. Tingginya indeks persepsi korupsi
menjadi ukuran rendahnya daya saing kita secara internasional. Maka, untuk
menjadi bangsa yang maju sebenarnya sederhana, yaitu tegakkan hukum dan
keadilan, brantas korupsi sampai keakar-akarnya.
Korupsi
di Indonesia yang sudah diyakini meluas dan mendalam (widespread and
deep-rooted) akhirnya akan menggerogoti habis dan menghancurkan masyarakatnya
sendiri (self destruction). Korupsi sebagai parasit yang mengisap pohon akan
menyebabkan pohon itu mati dan di saat pohon itu mati maka para koruptor pun
akan ikut mati karena tidak ada lagi yang bisa di hisap.
Pemberantasan
korupsi bukanlah sekedar aspirasi masyarakat luas melainkan merupakan kebutuhan
mendesak (urgent needs) bangsa Indonesia untuk mencegah dan menghilangkan
sedapatnya dari bumi pertiwi ini karena dengan demikian penegakan hukum
pemberantasan korupsi diharapkan dapat mengurangi dan seluas-luasnya
menghapuskan kemiskinan. Pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut tidak
lain adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dari masyarakat Indonesia yang sudah
sangat menderita karena korupsi yang semakin merajarela.
Atas
dasar pertimbangan diatas pemerintah Indonesia beserta rakyatnya telah ikut
aktif dalam upaya masyarakat internasional untuk mencegah dan membrantas
korupsi dengan telah menandatangani United Nations Convention Against
Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) pada
tanggal 18 Desember 2003 di markas besar PBB. Pemerintah Indonesia mengangap
sangat penting pembrantasan korupsi, sehingga konvensi PBB tentang Anti Korupsi itu telah ditetapkan menjadi UU
NO. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan
Konvensi PBB Anti Korupsi 2003.
Penanggulangannya
adalah dengan cara sebagai berikut:
1.
Memberdayakan
komisi pemeriksaan kekayaan pejabat dan latar belakang kehidupannya
2.
Membangun
sistem pencegah dini korupsi, undang-undang anti korupsi yang konsisten.
3.
Memberi
jaminan hidup layak bagi pegawai.
4.
Menggunakan
sistem pembuktian terbalik artinya membuktikan asal-usul kekayaan pejabat
negara.
5.
Mengumumkan
audit kekayaan pejabat sebelum dan sesudah bertugas. Membuat iklan layanan
masyarakat di media massa.
Instrumen kelembagaan anti
korupsi di Indonesia
Instrumen anti korupsi dalam bentuk alat atau
lembaga negara yang memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk dapat melakukan
tugas dalam membrantas korupsi. Alat atau lembaga itu adalah:
1.
Mahkamah Agung (MA)
UUD 1945 meletakkan MA sebagai
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Badan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung meiluti badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Kewenangan
utma MA adalah memeriksa dan memutuskan yaitu permohonan kasasi, sengketa
tentang mengadili, permohonan Peninjauan Kembali putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam Proses peradilan perkara korupsi, MA
adalah peluang terakhir bagi mereka untuk memperoleh kebebasan atau minimal
pengurangan hukuman. Posisi ini sangat strategis dalam percepatan pembrantasan
korupsi. Di samping itu MA juga dapat mengawasi penerapan hukum di Pengadilan
Negeri dan Pengadilan Tinggi.
2.
Komisi Yudisial (KY)
Pasal 24B Amandemen ketiga UUD 1945
mengamanatkan berdirinya Komisi Yudisial (KY). Kewenangan KY menurut pasal 24B
ayat (1) adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga perilaku
hakim.
Dalam pembrantasan korupsi KY berwenang
untuk mengawasi hakim, baik hakim agung maupun hakim yang berada di kota-kota
besar dan menerima dan mengawasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
3. Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung menurut UU No. 16 tahun
2004 tentang Kejaksaan mentatakan bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenang
kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan
serta badan negara atau instansi lainnya. Kejaksaan Agung memiliki kewajiban
untuk menerima dan melakukan analisis atas setiap rekomendasi yang diberikan,
khususnya dari lembaga yang berwenang dalam pembrantasan korusp, seperti dari
Komisi Pembrantasan Korupsi.
4. Kepolisian
Menurut UU No. 2 tahun 2002 tentang
Kewpolisian negara Republik Indonesia menyatakan secara umum tugas dan wewenang
Polri adalah menegakan hukum secara profesional dan proporsional dengan
menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia menuju kepada adanya
kepastian hukum dan rtasa keadilan serta memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai
yang bertlaku dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam konteks pembrantasan korupsi kepolisian
memiliki wewenang penyelidikan dan penyidikan. Dalam hal itu kepolisian
memiliki Korps reserse Polri yang dalam fungsinya sebagai pelindung hak-hak
asasi warga negara sesuai aturan undang-undang. Resersi melaksanakan
praktek-praktek kepolisian represif dari penyelidikan, pemanggilan,
penangkapan, pemeriksaan, pengeledahan, penyitaan sampai penahanan.
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kewenangan BPK sesuai dengan pasal 23E UUD
1945 adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
jawab Keuangan Negara, ditegaskan bahwa wewenang BPK untuk meriksa tanggung
jawab pemerintah tentang keuangan negara, memeriksa semua pelaksanaan Anggaran
Pendapatan belanja Negara (APBN) dan berwenang untuk meminta keterangan
berkenaan dengan tugas yang diembannya.
Tanggung jawab BPK adalah untuk turut
membongkar praktek-praktek penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. BPK
adalah lembaga negara yang mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat umum
dalam hal pengawasan keuangan negara.
Hasil audit BPK sering mendeteksi adanya korupsi
dalam penggunaan APBN. BPK senantiasa melaporkan auditnya kepada lembaga yang
berwenang untuk pembrantasan korupsi. Data BPK dapat dijadikan data awal
bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan atas indikasi korupsi yang
dilaporkan. Laporan BPK yang akurat juga akan menjadi alat bukti dalam
pengadilan.
6. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP merupakan lembaga pemerintah
non-departemen dibidang pengawasan. Tanggung jawabnya adalah merumuskan dan
menyusun rencana dan program-program pengendalian umum atas keuangan pemerintah
pusat dengan mengadakan audit intern atas kegiatan kementerian-kementerian
negara dan kantor-kantor proyek mereka. Dalam pembrantasan korupsi BPKP
memiliki peran pada tingkat pencegahan, penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana korupsi. Namun kelemahannya adalah memiliki peran dan kewenangan yang
sangat bergantung pada kemauan baik Presiden yang berkuasa.
7. Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK)
Kejaksaan dan Kepolisaan dalam membrantas
korupsi mengalami berbagai hambatan karena adanya campurtangan eksekutif,
legislatif atau yudikatif. Oleh sebab itu dibentuklah Komisi pembrantasan
Korupsi (KPK) yang mempunyai kewenangan yang lebih luas serta independen
(mandiri, bebas dari kekuasaan manapun) dengan tujuan meningkatkan daya guna
dan hasil guna upaya pembrantasan korupsi.
KPK memiliki Visi yaitu mewujudkan Indonesia
yang bebas korupsi, sedangkan misinya adalah penggerak perubahan untuk
mewujudkan Bangsa yang anti korupsi. Asas KPK adalah kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas.
Menurut UU No. 30 tahun 2002, KPK memiliki
kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Diantaranya
menyadap dan merekam pembicaraan, memerintahkan kepada instansi yang terkait
untuk melarang seseorang berpergian ke luar negeri, meminta keterangan kepada
bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau
terdakwa yang sedang diperiksa, memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan
lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik
tersangka, terdakwa atau pihak yang terkait, meminta data kekayaan dan data
perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait. KPK juga
mempunyai wewenang untuk memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka korupsi
agar tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya, bahkan KPK dapat
memerintah Presiden agar membuat izin kepada pejabat negara untuk diperiksa
atas dugaan korupsi.
8. Tim Tastipikor
Tim Koordinasi Pembrantasan Tindak Pidana
Korupsi (Tim Tastipikor) beranggotakan 48 orang yang diketuai oleh Jaksa Agung
Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Tim Tastipikor terdiri dari unsur kejaksaan,
kepolisian serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bertanggung
jawab kepada Presiden. Tim Tastipikor dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
(Keppres) No. 11 tahun 2005 bekerja salama dua tahun dan dapat
diperpanjang lagi jika dianggap perlu. Kewenangan Tim ini adalah melakukan
penangkapan pelaku korupsi. Kasus korupsi yang ditangani Tim Tastipikor adalah pengawasan
terhadap instansi pemerintah.
Ilustrasi
perilaku-perilaku korup menurut bank pembangunan Asia
1.
Pembayaran-pembayaran
terlarang untuk mencegah penerapan peraturan dan undang-undang secara adil dan
konsisten, khususnya di bidang-bidang yang menyangkut keselamatan umum,
penegakan hukum dan penagihan pemasukan.
Yang
dimaksud oleh bank pembangunan Asia dalam poin diatas adalah perikalu korupsi
yang terjadi didalam sebuah pemerintahan dimana terjadi tindak korup dalam
melakukan tugas kepemerintahan dengan upaya mencegah penerapan peraturan dan
undang undang secara adil dan konsisten dengan memberikan pembayaran terlarang
pada para oknum oknum tersebut sehingga penegakan hokum yang ada menjadi tumpul
karena adanya pembayaran-pembayaran terlarang tersebut keadilan menjadi tidak
bias ditegakkan sebagai mana mestinya.
2.
Pembayaran-pembayaran
kepada pegawai-pegawai pemerintah untuk mengembangkan atau mempertahankan akses
yang bersifat monopoli atau oligopoli ke pasar-pasar tanpa adanya suatu alasan
ekonomi yang mendukung untuk pembatasan-pembatasan semacamnya itu.
Monopoli
adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir
perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya
pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk
masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar
dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk
didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Dalam
pengawasannya pegawai pemerintah kerap kali mendapatkan pembayaran pembayaran
terlarang (korup) dari pihak perusahaan tersebut guna memperlancar kegiatan
usahanya agar kegiatan monopoli tersebut tidak mendapatkan tekanan dari pihak
manapun.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar